Peranan Komunitas Mangkunegaran dalam Pengembangan Tari Gaya Mangkunegaran
Malarsih
Dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Tari gaya Mangkunagaran merupakan jenis tari klasik Jawa yang masih banyak digunakan untuk berbagai kepentingan oleh masyarakat pendukungnya. Komunitas Mangkunagaran diprediksi mempunyai andil besar dalam menjaga keeksistensian tari gaya Mangkunagaran tersebut. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini, adalah bagaimana peranan komunitas Mangkunagaran dalam memperkembangkan tari gaya Mangkunagaran. Metode penelitian yang diterapkan adalah kualitatif deskriptif. Lokasi penelitian, Pura Mangkunagaran. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analilisis interaktif mengikuti alur analisis Miles dan Huberman.
Hasil penelitian menunjukkan, komunitas Mangkunagaran berperan penting dalam usaha memperkembangkan tari gaya Mangkunagaran. Usaha memperkembangkan utamanya berkait dengan fungsi dan materi tari gaya Mangkunagaran, yaitu tari itu sebagai sarana upacara perkawinan bagi masyarakat umum, penyambutan tamu, pariwisata, festival, dan pertukaran budaya dengan negara sahabat. Perkembangan materi dilakukan dengan cara mencipta materi tarian baru namun pijakan garapannya menggunakan sebagian dari unsur tari gaya Mangkunagaran. Selain itu, juga melakukan pelatihan-pelatihan pada masyarakat umum. Berdasar hasil penelitian, disarankan: (1) hendaknya komunitas Mangkunagaran dalam memperkembangkan tari gaya Mangkunagaran tetap menggunakan pijakan tari gaya Mangkunagaran yang asli, (2) perlu adanya regenerasi untuk pelatih dan juga penari tari gaya Mangkunaran yang loyal terhadap perkembangan tari gaya Mangkunagaran.
Kata kunci: peranan, gaya tari, komunitas, fungsi tari, interaksi.
A. Pendahuluan
Mangkunagaran adalah sebuah pemerintahan setingkat kadipaten, akan tetapi konsep kekuasaan yang digunakan pada saat itu berorientasi pada konsep raja. Untuk itu ia dalam menjalankan pemerintahannya tidak ada bedanya dengan pemerintahan yang dipegang oleh raja secara langsung. Senyatanya ia oleh rakyatnya juga dianggap sebagai raja, dalam arti orang yang didewakan dengan kekuatan menghukum dan menguasai seluruh dunia (Moertono dalam Suharji, 2001: 45). Dengan inilah Pura Mangkunagaran mempunyai ciri tersendiri yang sangat berbeda dengan kadipaten-kadipaten lain.
Dalam perkembangan lebih lanjut semenjak pemerintahan Sri Mangkunagara VII Pura Mangkunagaran juga mempunyai kesenian dengan ciri tersendiri yang berbeda dengan daerah-daerah lain, dan juga berbeda dengan keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta. Kesenian yang dimaksud adalah seni tari, yang sampai saat sekarang orang mengenalnya dengan sebutan tari gaya Mangkunagaran. Wujud tarinya merupakan perpaduan antara tari gaya Yogyakarta dengan tari gaya Surakarta, yang memang berdasar sejarahnya tari tersebut diciptakan oleh para penari Mangkunagaran yang mempelajari tari gaya Yogyakarta dan tari gaya Surakarta.
Dengan ini lah Pura Mangkunagaran memiliki jenis tari khusus yang dianggap sebagai milik Mangkunagaran. Tari ini memang oleh pihak Pura Mangkunagaran sendiri dan atau masyarakat umum biasa dikenal dengan sebutan tari gaya Mangkunagaran. Tari gaya Mangkunagaran mempunyai gerak khas, yang dilihat dari jenisnya ada jenis tari putri, tari putra halus, dan tari putra gagah (Suharti, 1990: 91). Pembedaan ketiga jenis tari tersebut terdapat pada volume geraknya. Volume gerak tari putri adalah sempit, tari putra halus adalah sedang, dan tari putra gagah adalah lebar. Unsur kesamaan dari ketiga jenis tari tersebut terdapat pada sikap dan teknik geraknya.
Tari gaya Mangkunagaran mestinya sampai saat sekarang masih dikenal oleh masyarakat pendukungnya secara umum. Namun demikian karena perubahan kondisi sosial budaya dan makin banyaknya jenis kesenian yang hidup saat ini, mungkin tari gaya Mangkunagaran saat sekarang hanya menonjol dikalangan Pura atau komunitas Mangkunagaran saja.
Sekalipun demikian kita masih mengerti bahwa, masyarakat pendukung masih ada yang mempelajari dan bahkan juga masih ada yang menjadikannya sebagai sarana berksenian sehari-hari, atau setidaknya digunakan sebagai sarana berkesenian pada acara-acara tertentu. Ini semua tampaknya di samping karena diambil nilai estetika serta keluhungannya yang dirasa sangat bermanfaat, juga karena Pura Mangkunagaran beserta komunitasnya sendiri masih aktif tetap melestarikan seni tari gaya Mangkunagaran ini. Keaktifan pelestarian itu salah satunya dapat kita lihat dengan masih digunakannya tari gaya Mangkunagaran sebagai sarana upacara-upacara ritual di Pura Mangkunagaran serta keperluan-keperluan lain baik di dalam maupun di luar Pura Mangkunagaran.
Berkait dengan itu semua, tampaknya menjadi daya tarik tersendiri untuk kita kaji secara lebih jauh mengenai peranan komunitas Mangkunagaran sendiri dalam usaha memperkembangkan tari gaya Mangkunagaran ini sehingga tari gaya Mangkunagaran sampai saat sekarang keberadaannya masih tetap diakui oleh masyarakat umum. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peranan komunitas Mangkunagaran dalam memperkembangkan tari gaya Mangkunagaran?”
Berdasar pada rumusan masalah yang dikemukakan, dapat dikemukakan tujuan dari penelitian ini, yakni untuk menggambarkan peranan komunitas Mangkunagaran dalam memperkembangkan tari gaya Mangkunagaran. Sesuai dengan tujuan penelitian yang dikemukakan, maka penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yang dapat dikemukakan sebagai berikut :
1) Kegunaan teoritis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan untuk dikaji lebih dalam mengenai peranan komunitas Mangkunagaran dalam memperkembangkan tari gaya Mangkunagaran.
2) Kegunaan praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh masukan berupa informasi khususnya mengenai peranan komunitas Mangkunagaran dalam memperkembangkan tari gaya Mangkunagaran, untuk kemudian dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk keperluan berbagai hal yang berkait dengan usaha memperkembangkan kesenian daerah.
Peranan adalah pola kelakuan yang dikaitkan dengan status atau kedudukan. Status dan peranan individu maupun kelompok senantiasa muncul dalam pelbagai bentuk perikelakuan. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia juga mempunyai pelbagai peranan, yang tidak jarang saling bertentangan. Unsur-unsur pokok dari suatu peranan adalah: (a) peranan yang diharapkan dari masyarakat, (b) peranan sebagaimana dianggap oleh masing-masing individu, dan (c) peranan yang dijalankan di dalam kenyataan (Soekanto, 1993: 54-55). Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan. Payung Bangun (dalam Taneko, 1994: 136) mengemukakan, kedudukan dalam pelapisan sosial mempunyai pengaruh dalam perikehidupan para anggota masyarakat. Pengaruh tersebut setidak-tidaknya terlihat dalam tingkah laku, sosialisasi, partisipasi dalam kehidupan kemasyarakatan dan gaya hidup.
Menurut Soekanto ( 1990: 268) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Keduanya tak dapat dipisah-pisahkan, karena yang satu tergantung dengan yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan. Sebagaimana halnya dengan kedudukan, peranan juga mempunyai dua arti. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat atau kelompok masyarakat atau komunitas suatu masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat atau kelompok masyarakat atau suatu komunitas kepadanya.
Tidak berbeda dengan pengertian peranan yang telah diuraikan secara panjang lebar di atas, dijelaskan pula oleh Garna (1996: 172) bahwa, jika berbicara mengenai peranan yang berkait dengan hubungan antar individu atau kelompok masyarakat atau masyarakat secara umum, berarti yang dimaksudkan adalah suatu peranan sosial. Di sini mengandung pengertian sebagai suatu pola tingkah laku yang diharapkan, yang terkait dengan status sosial seseorang dalam suatu kelompok atau dalam suatu situasi sosial tertentu. Masyarakat itu menurut Garna dilihat sebagai suatu sistem interaksi sosial yang pola interaksinya berdasar pada ketentuan timbal balik para pelaku sosialnya. Setiap status itu memiliki hak dan kewajibannya, karena itu seseorang akan memainkan peranannya dalam melaksanakan hak dan kewajiban tersebut. Dengan demikian status dan peranan adalah dua cara yang terkait erat serta saling tergantung untuk menunjukkan suatu situasi yang sama.
Berkait dengan pengertian peranan adalah pengertian tentang komunitas dalam hubungannya dengan peranan Komunitas Mangkunnagaran dalam memperkembangkan tari gaya Mangkunagaran. Dikemukakan oleh Osborn dan Neumeyer dalam Taneko (1993: 59) bahwa komunitas lebih bisa dimengertiÿÿebÿÿaiÿÿuatuÿÿelompok sosial yang dapat dinyatakan sebagai “masyarakat setempat”, suatu kelompok yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu dengan batas-batas tertentu pula, yang kelompok itu dapat memenuhi kebutuhan hidup dan dilingkupi oleh perasaan kelompok serta interaksi yang lebih besar di antara para anggotanya. Dengan demikian pemahaman terhadap komunitas Mangkunagaran di sini setidaknya bisa dimengerti adanya perasaan kelompok sesama orang Mangkunagaran sekalipun untuk saat sekarang bisa tinggal berjauhan dan tidak harus selingkup.
Lepas dengan konsep atau pengertian tentang peranan dan komunitas, perlu dipaparkan pula di sini tentang konsep tari berpijak dari difinisi dan pengertian tari yang dikemukakan oleh para ahli tari. Menurut Lois Ellfelat (1977: 3) yang dimaksud dengan tari, adalah gerak-gerak yang mengandung daya hidup, indah, dan kadang-kadang aneh. Dalam banyak hal ia menggambarkan gerakan-gerakan yang direncanakan secara ritmis. Soedarsono (1976 : 10) berpendapat bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah. Curt Sachs (1975 : 3) mengemukakan tari adalah gerak yang ritmis. Berpijak dari pendapat para tokoh tari tersebut, Najamuddin (1983: 13) akhirnya berpendapat bahwa, pada prinsipnya tari mempunyai elemen yang mendasar, yakni gerak, ritme, dan keindahan. Dalam bahasa yang lain Najamuddin mengungkapkan, tari adalah tekanan emosi dalam tubuh dan ekspresi jiwa manusia yang diproyeksikan melalui keteraturan gerak tubuh yang ritmis serta indah yang disesuaikan dengan irama iringan musik di dalam suatu ruang dan waktu tertentu.
Tari tidak akan dapat dipisahkan dari gerak. Dikatakan demikian, karena substansi baku dari tari adalah gerak (Soedarsono, 1976 : 31). Gerak yang dimaksud di sini adalah gerak-gerak yang telah mendapat pengolahan secara khusus berdasarkan perasaan, fantasi, persepsi, interpretasi atau gerak-gerak yang merupakan hasil dari perpaduan pengalaman estetis dengan intelektualitasnya. Dari penelaahan ini dapat dijelaskan bahwa tari adalah gerak-gerak yang telah digayakan (distilir) dan ritmis. Gerak-gerak yang telah digayakan ada dua macam bentuk. Pertama gerak murni, yaitu gerak dari hasil olahan gerak wantah yang dalam pengungkapannya tidak memperhitungkan pada gerak tarinya saja. Kedua gerak maknawi, yaitu gerak wantah yang telah diolah menjadi suatu gerak tari yang dalam pengungkapannya mengandung pengertian atau maksud, di samping keindahan gerak tarinya. Selanjutnya, Sasmintamardawa (1983:9) menjelaskan bahwa tari merupa-kan salah satu cabang seni yang dilukiskan dalam bentuk gerak yang berirama, serta dipancarkan menggunakan ekspresi muka yang disesuaikan dengan isi atau maksud yang diungkapkan dalam tari. Jadi tari mengandung tiga unsur pokok atau aspek dasar, yaitu wiraga, wirama, dan wirasa. Wiraga adalah gerak seluruh anggota badan yang serasi antara sikap gerak, perubahan gerak, dan perpindahan geraknya. Wirama adalah gerak yang teratur dan selaras dengan pola iringan atau musik. Wirasa adalah persesuaian antara wiraga dengan ekspresi dalam mengungkapkan isi tari yang dibawakan.
Dalam cakupan yang lebih luas, di dalam suatu tampilan tari, dikenal adanya gaya tari. Pengertian gaya secara umum mengacu pada pengertian kesenian yang menampilkan ciri-ciri individual maupun kelompok, yang dihasilkan dalam periode tertentu dan kawasan geografis tertentu. Dalam pengertian ini dapat dimengerti bahwa, gaya berarti cara-cara yang tidak sama yang membedakan dan membawa ciri antara satu dengan yang lain (Murgiyanto, 1985: 23).
Pada umumnya kata gaya dipergunakan dalam tiga aspek, yaitu gaya perseorangan, gaya zaman, dan gaya nasional kebangsaan atau kedaerahan (Sumaryo, 1978: 69). Namun gaya dapat merupakan sifat tersendiri dari perwujudan seni yang terlepas dari penilaian-penilaian estetis yang dipakai untuk menghasilkan seni, dan juga terlepas dari tujuannya. Apakah seni itu indah atau tidak indah bukanlah masalah. Gaya dalam seni biasanya ditentukan dengan tiga macam kriteria, yaitu : 1) gaya dalam tempo, adalah sifat/ watak seni yang menunjukkan persamaan suatu waktu tertentu dalam sejarah. Misalnya di Indonesia ada seni waktu penjajahan Belanda, Jepang, dan zaman perjuangan tahun ’45; 2) gaya daerah, adalah sifat-sifat seni yang menunjukkan daerah tertentu, seperti di Indonesia terdapat gamelan Jawa, Bali, Sunda dan sebagainya; 3) gaya perseorangan (individu) adalah sifat-sifat dari seni yang menunjukkan seorang pencipta atau pelaku tertentu yang terlepas dari tanda-tanda gaya dalam tempo maupun gaya kedaerahan atau nasional (Pasaribu, 1983: 2-3).
Dalam hubungannya dengan itu yang dimaksud dengan Gaya tari di sini adalah sifat pembawaan tari, menyangkut cara-cara bergerak tertentu yang merupakan ciri pengenal dari gaya yang bersangkutan. Misalnya, dapat dibedakan gaya Yogyakarta dan gaya Surakarta karena ada sejumlah gerak khas terdapat dalam tari Yogyakarta yang tidak terdapat dalam tari Surakarta, dan demikian pula sebaliknya (Sedyawati, 1981: 4). Dengan demikian pula pengertian tari gaya Mangkunagaran di sini bisa dimengerti sebagai adanya ciri yang khas yang ada dan melekat pada tari gaya Mangkunagaran dan tidak dimiliki sama persis oleh gaya tari di luar gaya Mangkunagaran.
B. Metode
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Lokasi penelitian, sasaran kajian, teknik pengambilan data, tekik analisis data, dan keabsahan data sebagai berikut :
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah Mangkunagaran Surakarta. Alasan pemilihan tempat ini karena Tari Gaya Mangkunagaran adalah berada/ milik istana Mangkunagaran yang banyak digunakan untuk kepentingan Pura Mangkunagaran. Selain itu Mangkunagaran dianggap sebagai domisili mayoritas komunitas Mangkunagaran yang nota bene sebagai pendukung seni budaya Mangkunagaran termasuk seni tari gaya Mangkunagaran ini.
2. Sasaran Kajian
Sasaran kajian dalam penelitian ini adalah mengenai peranan komunitas Mangkunagaran dalam memperkembangkan tari gaya Mangkunagaran. Tari gaya Mangkunnagaran di sini dalam fokus pengembangan fungsi dan pengembangan materi termasuk penyebarluasan materi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam wawancara ini yang diwawancarai adalah sebagian dari para kerabat dan abdi dalem yang terlibat dalam struktur organisasi dan aktif dalam kepengurusan di Pura Mangkunagaran serta sebagian dari komunitas Mangkunagaran yang tidak ikut terlibat secara langsung dalam struktur organisasi resmi di Pura Mangkunagaran.
Observasi dilaksanakan saat latihan dan persiapan serta pementasan tari gaya Mangkunagaran berlangsung di Pura Mangkunagaran. Selain itu observasi juga dilakukan saat para abdi dalem yang berhubungan dengan pengembangan seni tari gaya Mangkunagaran melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan tugasnya.
Dokumentasi diambil dari gambar-gambar, catatan-catatan, dan rekaman masa lalu yang berkait dengan kegiatan di Pura Mangkunagaran dalam hubungannya dengan pementasan tari gaya Mangkunagaran di Pura Mangkunagaran.
4. Analisis Data dan Keabsahan Data
Analisis data yang diterapkan adalah analisis interaktif sebagaimana dilakukan oleh Miles dan Huberman dalam Rohidi (1992). Proses kerja analisisnya dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan Verifikasi/ penarikan kesimpulan. Keabsahan data dilakukan dengan cara melakukan kroscek data dari hasil data yang dikumpulkan oleh tim, yaitu ketua dan anggota sebagai bentuk triangulasi data dan kemudian ditunjukkan kepada informan/ subjek penelitian agar dicermati kebenarannya. Selain itu dilakukan pula konsultasi dengan para pakar agar kebenaran data-data tersebut dapat dipertanggung-jawabkan secara akademik sampai hasil penelitiannya. Semua ini ditempuh agar peneliti betul-betul menggunakan data-data yang benar, cermat terhadap setiap data yang didapat, sumber datanya jelas, dan tidak salah menginterpretasi data.
C. Hasil dan Pembahasan
Pada sesi bagian hasil penelitian dan pembahasan ini, antara hasil penelitian dan pembahasan tidak di pisah. Di sini mengandung pengertian, pembahasan hanya akan tampak implisit dalam uraian hasil penelitian tersebut. Berikut adalah hasil penelitian dan pembahasan berkait dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, yakni bagaimana peranan komunitas Mangkunagaran dalam mengembangkan tari gaya Mangkunagaran, baik berkait dengan fungsi maupun materi.
1. Pengembangan Fungsi Tari
Dalam usaha memperkembangkan fungsi tari gaya Mangkunagaran agar tari gaya Mangkunagaran dapat dimanfaatkan oleh masyarakat seluas-luasnya, pihak Pura Mangkunagaran menyerahkan sepenuhnya pada komunitas Mangkunagaran sendiri utamanya melalui sub struktur Pura Mangkunagaran yang diserahi mengurusi bidang seni budaya. Sub struktur seni budaya yang langsung mengurusi seni tari itu sendiri adalah Reksa Budaya. Pihak Reksa Budaya tidak mungkin bisa bekerja sendiri tanpa melibatka pihak lain atau sub struktur yang lain dalam “pemerintahan Pura mangkunagaran”. Di dalam struktur Reksa Budaya ada sub bidang yang disebut Langen Praja. Pada sub bidang Langen Praja ini lah seni tari gaya Mangkunagaran ditumbuh-kembangkan lebih luas.
Usaha Langen Praja memperkembangkan tari gaya Mangkunagaran tersebut, beberapa di antaranya dilakukan dengan cara, yang semula tari gaya Mangkunagaran hanya dipergunakan atau difungsikan untuk upacara-upacara adat di dalam Pura, seperti jumenengan, suran, dan perkawinan, saat sekarang telah diperkembangkan misalnya untuk sajian wisata sekalipun sedang tidak ada upacara adat resmi di Pura. Selain itu saat sekarang di luar Pura, tari gaya Mangkunagaran jauh lebih banyak dipergunakan oleh masyarakat, seperti untuk kepentingan upacara perkawinan, tontonan atau hiburan, festival, dan juga pertukaran budaya.
Bergeser dan berkembangnya fungsi tari gaya Mangkunagaran yang semula hanya dipergunakan untuk kepentingan upacara di Pura dan sekarang telah melebar untuk berbagai kepentingan baik di dalam Pura maupun di luar Pura, membuktikan bahwa tari gaya Mangkunagaran itu benar-benar telah mengalami perkembangan fungsi. Berkembangnya fungsi ini bisa menjadi lebih luas tentunya karena tari gaya Mangkunagaran oleh komunitas atau para pendukungnya bisa digunakan untuk berbagai kepentingan.
Dalam pemikiran lebih luas dapat dimengerti bahwa, tari gaya Mangkunagaran itu sampai dimanfaatkan oleh masyarakat umum tentu tidak lepas dari peranan komunitas Mangkunagaran dalam memperkembangkan seni tari gaya Mangkunagaran itu setidaknya dari sisi fungsinya. Buktinya dari fungsi ritual di Pura bisa digunakan juga untuk fungsi ritual bagi masyarakat umum. Di sini pihak Pura membuka luas kepada masyarakat umum tentang apa yang dimiliki oleh Pura untuk dimiliki pula oleh masyarakat umum. Dari segi materi tari yang disajikan, tentunya juga tidak lepas dari peranan warga komunitas Mangkunagaran utamanya para penari atau pelatih tari yang berjasa sampai materi itu bisa disebarluaskan ke masyarakat umum.
Masih ada hubungannya dengan penggunaan tari itu sebagai upacara perkawinan baik di dalam Pura maupun di luar Pura sebagai sesuatu yang bersifat sakral, adalah unsur hiburan atau tontonan yang melekat pada sajian tari itu. Di sini mengandung arti bahwa selain tari itu disajikan untuk kepentingan upacara yang diambil kesakralannya, juga dibalik kesakralan itu ada aspek lain yang melekat pada tari itu, yaitu keindahan untuk dinikmati oleh penikmat atau penonton. Di luar Pura utamanya di lingkungan masyarakat umum, kesakralan itu justru tidak terlalu penting. Kepentingan masyarakat umum menggunakan tari ini justru diutamakan sebagai tontonan atau hiburan.
Selain tari gaya Mangkunagaran difungsikan untuk berbagai kepentingan seperti untuk kepentingan upacara-upacara tertentu yang bersifat sakral, suguhan wisata, dan hiburan atau tontonan seperti yang telah dikemukakan di atas, tari gaya Mangkunagaran ini juga banyak dimanfaatkan oleh komunitas Mangkunagaran dan para pendukung budaya Mangkunagaran untuk festival dan pertukaran budaya. Ini dilakukan oleh komunitas dan para pendukung budaya Mangkunagaran karena seni tari gaya Mangkunagaran itu dilihatnya sebagai sesuatu seni tari yang indah dan enak dinikmati, dapat menyentuh rasa bagi para pemirsa, membangkitkan imajinasi, dan merupakan suatu ekspresi budaya masyarakat yang bernilai.
2. Pengembangan dan penyebarluasan materi tari
Dalam hal materi tari, komunitas Mangkunagaran juga banyak me-manfaatkan gaya luar Mangkunagaran dikembangkan menjadi gaya Mangkunagaran. Sebagai misal tari Golek Sulung Dayung, dan tari Bondan gaya Surakarta diubah menjadi gaya Mangkunagaran. Ada pula yang membuat garapan baru berbentuk wireng berjudul Bisma dan Srikandi. Bentuk garapannya menggunakan materi campuran, yakni gaya Mangkunagaran dan Surakarta. Ini membuktikan Mangkunagaran tidak menutup diciptakannya tari baru dengan nuansa gaya Mangkunagaran sebagai bentuk cerapan dari gaya lain luar Mangkunagaran.
Usaha lain yang dilakukan oleh komunitas Mangkunagaran utamanya melalui organisasi resmi Langen Praja adalah dengan cara membuat tulisan dalam bentuk deskripsi tari. Satu-satunya bagian atau kantor yang sampai saat ini membantu menyebarluaskan tari gaya Mangkunagaran dalam bentuk tulisan atau deskripsi tari adalah Kantor Reksa Pustaka/ perpustakaan Pura Mangkunagaran. Penyebarluasan dalam bentuk penyajian dan pelatihan atau pembelajaran materi tari juga banyak dilakukan oleh komunitas Mangkunagaran. Misalnya, pihak Pura menyuguhkan seni tari gaya Mangkunagaran ini dalam suatu sajian wisata di Pura Mangkunagaran. Berangkat dari ini akhirnya tari gaya Mangkunagaran menjadi dikenal oleh pewisata atau masyarakat luas yang menyaksikan. Penyebarluasan yang dilakukan oleh pihak Pura dan komunitasnya tidak sebatas di dalam Pura tetapi meluas dari sekup Pura sampai ke banyak negara.
Penyebarluasan dalam bentuk penyajian kadang lebih sering dilakukan berkait dengan tari itu difungsikan untuk kepentingan upacara perkawinan dan penyambutan tamu. Lain halnya jika penyebarluasan dalam bentuk penyajian ini dilakukan di luar Negeri. Pengalaman yang telah banyak dilakukan oleh pihak Pura, penyajian di luar Negeri lebih banyak sebagai bentuk pertukaran budaya. Penyebarluasan dalam bentuk pelatihan juga banyak dilakukan oleh Pura Mangkunagaran dan komunitasnya. Pelatihan, utamanya dilakukan oleh para tetindih tari dan para penari. Pelatihan tari yang dilakukan oleh tetindih, ada yang bersifat perorangan, ada pula yang berbentuk kelompok. Tujuan pelatihan yang bersifat perorangan biasanya digunakan untuk bekal mengajar di tempat lain. Oleh karena itu, biasanya mereka minta latihan yang tidak terlalu memakan waktu atau tidak terlalu lama namun dapat menguasai materi cukup banyak. Selain itu mereka juga ingin menguasai teknik belajar tari gaya Mangkunagaran dengan baik dan benar, serta cukup detail.
Pelatihan bersifat perorangan tidak hanya datang dari masyarakat sekitar Mangkunagaran tapi juga banyak yang dari Mancanegara. Mereka tahu dan membutuhkan tari gaya Mangkunagaran itu berdasar dari interaksinya dengan orang lain, seperti melihat penyajian tari gaya Mangkunagaran sampai mereka merasa perlu membutuhkan belajar tari ini secara khusus. Selain itu juga informasi-informasi berkait dengan keberadaan tari gaya Mangkunagaran ini, yang semuanya disadari bahwa ini mewujudkan suatu nilai budaya yang tinggi dengan bukti sedemikian banyak orang mempelajari jenis tari ini yang banyak disajikan dimana-mana. Keindahan dan atau keartistikan tari gaya Mangkunagaran juga menjadi daya tarik tersendiri sebagai satu jenis tari yang enak dinikmati.
Pelatihan tari secara kelompok juga dilatihkan oleh tetindih bersama-sama dengan para penari yang sudah mempunyai kemampuan untuk menjadi pelatih, baik di dalam Pura maupun di luar Pura. Pelatihan ini diselenggarakan oleh pihak Pura Mangkunagaran tetapi ada juga yang diselenggarakan oleh pihak Luar Pura Mangkunagaran. Animo masyarakat cukup banyak yang belajar tari gaya Mangkunagaran ini sekalipun dalam bentuk kelompok. Khusus bagi penyelenggara, pelatihan dalam bentuk kelompok ini dimaksudkan agar masyarakat luas dapat belajar tari gaya Mangkunagaran ini dengan lebih semarak serta sekali latihan dapat menangani orang banyak.
Penyebarluasan dalam bentuk pembelajaran tari secara formal juga dilakukan oleh para penari Mangkunagaran. Tentang ini misalnya materi tari gaya Mangkunagaran ini dijadikan materi pelajaran di sekolah seni yang khusus mempelajari seni tari seperti yang dilakukan di SMKI (sekarang SMK) dan diberikan pula sebagai salah satu mata kuliah praktek tari di STSI Surakarta. Lembaga resmi seperti SMKI dan STSI menjadikan tari gaya Mangkunagaran ini sebagai materi yang diajarkan, tentu karena tari tersebut dianggap sebagai suatu materi yang mengandung nilai artistik serta nilai budaya yang luhur serta secara teknik dilihat sebagai seni yang tinggi.
D. Simpulan dan Saran
Berdasar hasil penelitian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan dan disarankan sebagai berikut :
1. Simpulan
Komunitas Mangkunagaran berperanan penting dalam usaha mem-perkembangkan tari Gaya Mangkunagaran. Dalam usaha memperkembangkan fungsi, dapat dilihat misalnya di dalam Pura Mangkunagaran sendiri. Semula di dalam Pura, tari gaya Mangkunagaran hanya dipergunakan untuk upacara-upacara adat seperti jumenengan, suran, dan perkawinan, sekarang pihak Pura telah memperkembangkannya misalnya untuk sajian wisata sekalipun sedang tidak ada upacara-upacara tertentu.
Di luar Pura Mangkunagaran, tari gaya Mangkunagaran benar-benar telah jauh dipergunakan untuk berbagai kepentingan, baik itu yang mempergunakan pihak Pura sendiri atau bagian dari komunitasnya atau pun masyarakat umum di luar Pura. Kepentingan-kepentingan itu, seperti untuk upacara perkawinan, tontonan, hiburan, dan festival. Dalam banyak kesempatan tari gaya Mangkunagaran juga dipertunjukkan di Mancanegara. Ini antara lain merupakan bentuk penyebarluasan tari gaya Mangkunagaran yang bisa dilakukan oleh pihak Pura Mangkunagaran dan komunitas Mangkunagaran secara umum.
Mengenai materi tari, pihak Pura Mangkunagaran telah berusaha kuat mempertahankan melalui pelatihan-pelatihan dan sajian yang dilakukakan oleh pihak Pura melalui sub struktur yang membidangi, yakni Langen Praja. Sekalipun keasliannya dipertahankan namun juga berusaha diperkembangkan agar yang asli tetap ada namun juga muncul yang lain dalam bentuk pengembangan.
2. Saran
Berdasarkan simpulan yang ada mengenai peranan komunitas Mangkunagaran dalam memperkembangkan tari gaya Mangkunagaran dapat disarankan, hendaknya komunitas Mangkunagaran dalam memperkembangkan tari gaya Mangkunagaran tetap menggunakan pijakan tari gaya Mangkunagaran yang asli. Selain itu perlu adanya regenerasi untuk pelatih dan juga penari tari gaya Mangkunagaran yang loyal terhadap perkembangan tari gaya Mangkunagaran.
Daftar Pustaka
Ellfelat, Lois. 1977. Pedoman Dasar Penata Tari. Sal Murgiyanto (terj). Jakarta: Lembaga Kesenian Jakarta.
Garna, Judistira K. 1996. Ilmu-ilmu Sosial: Dasar – Konsep – Posisi. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung.
Mardawa, Sasminta. 1983. Tuntunan Pelajaran Tari Klasik Gaya Yogyakarta. Yogyakarta: Ikatan Keluarga SMKI “KONRI”.
Matthew B, Miles, A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Tjetjep Rohendi R (terj). Jakarta: UI Press.
Murgiyanto, Sal. 1985. Koreografi. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.
Najamuddin, Munasiah. 1983. Tari Tradisional Sulawesi Selatan. SulawesI: Bhakti Baru
Pasaribu, Amir. 1983. Riwayat Musik dan Musisi. Jakarta: Gunung Agung.
Sach, Curt. 1975. Seni Tari. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.
Soedarsono, 1976. Pengantar Pengetahuan Tari. Yogyakarta: Akademi Seni tari Indonesia.
Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
_______. 1993. Beberapa Teori Sosiologi tentang Struktur Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suharji. 2001. Bedhaya Suryasumirat Di Pura Mangkunegaran Surakarta. Sebuah tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Jurusan Ilmu-ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Suharti, Theresia. 1990. Tari Di Mangkunegaran Suatu Pengaruh Bentuk dan Gaya Dalam Dimensi Kultural 1916-1988. Sebuah tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan yntuk mencapai derajar Sarjana S-2 Program Studi Sejarah Jurusan Ilmu-ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Sumaryo, LE. 1978. Komponis, Pemain Musik, dan Publik. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Taneko, Soleman B. 1993 Struktur dan Proses Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Pers
Artikel ini telah dimuat dalam Harmonia Vol. VIII No. 1/ 2007
0 komentar:
Posting Komentar