PENDIDIKAN ESTETIKA MELALUI SENI BUDAYA DI FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Malarsih dan Wadiyo
Dosen Seni Tari dan seni Musik, FBS, UNNES
ABSTRACT
This research aims to give an image of aesthetic education implementation through art in Languages and Arts Faculty in Semarang State University. Applied method in this research is qualitative method. Data collection techniques are done by observation, inter view, and documentation. Analyzing data is done by using interactive analysis. Technique of checking relevance data done by using triangulation. The result of this research shows that aesthetic education implementation through art in Languages and Arts Faculty are done in form of formal and non-formal aesthetics. Formal aesthetic education are done by all of students in languages and arts faculty through art materials. Non-formal aesthetics education are done by academic consists of students, lecturers, employees, as well as the head of faculty. Non-formal esthetics education mainly are done as a coordinating institution of students’ activity unit. Aesthetics education for lecturers, employees, as well as the head of faculty mainly done through art appreciation and creation by watching art exhibition, watching art performances, doing art activities which held by faculties and majors events.
Kata kunci : seni budaya, estetika, pendidikan, apresiasi, kreasi
PENDAHULUAN
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang merupakan satu-satunya fakultas di Universitas Negeri Semarang yang menyelenggarakan pendidikan seni budaya. Di Fakultas Bahasa dan Seni ini lah berdiri program-progran jenjang S-1 seni, yakni Pendidikan Seni Rupa, Pendidikan Seni Drama, Tari, dan Musik, dan ada juga Sastra Bahasa. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pendidikan estetika melalui seni budaya dilaksanakan di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang?”
Pendidikan estetik merupakan jenis pendidikan yang tidak berbeda dengan jenis pendidikan lain pada umumnya. Artinya dalam pendidikan itu juga diperlukan macam-macam aspek seperti aspek afektif, psikomotorik, dan kognitif. Perbedaan yang menonjol antara pendidikan estetika dengan jenis pendidikan lain adalah, pendidikan estetika lebih menonjolkan aspek afektif dan psikomotorik untuk mendapatkan apa yang dinamakan pengalaman estetik. Jelasnya, pendidikan estetika merupakan pendidikan yang mengutamakan didapatkannya pengalaman estetik melalui proses berkesenian.
Berdasar konsep dasarnya, istilah estetika menurut The Liang Gie (1976) dan Anwar (1985) secara umum berarti keindahan. Namun demikian secara khusus bisa diartikan sebagai filsafat keindahan. Berkait dengan itu, menurut Triyanto (2002) arti yang pertama bersifat teknis sedangkan arti yang kedua lebih bersifat filosofis. Dalam konteks ini, baik estetika diartikan sebagai keindahan atau estetika diartikan sebagai filsafat keindahan, dua-duanya digunakan sebagai landasan pelaksanaan pendidikan estetika.
Pendidikan estetika melalui seni budaya hanya bisa tercapai jika pelaksanaan pendidikannya dilakukan melalui apresiasi dan kreasi/ ekspresi. Berkenaan dengan itu maka diperlukan konsep apresiasi dan konsep kreasi/ ekspresi yang jelas agar dapat digunakan sebagai landasan dalam menjalankan pendidikan apresiasi dan kreasi/ekspresi tersebut menuju tercapainya pendidikan estetika yang optimal. Lebih lanjut untuk memahamkan estetika dalam dunia seni secara khusus atau filsafat keindahan, dijelaskan oleh Triyanto (2002) bahwa, keindahan itu menunjuk pada suatu kualitas nilai fisik objek tertentu.
Suatu objek dikatakan memiliki kualitas nilai keindahan karena dalam objek itu terdapat ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang menjadikannya indah. Read (1973); The Liang Gie (1976); Sahman (1993); Sutrisno SJ dan Verhaak SJ (1993) mengemukakan, ada sejumlah syarat tertentu suatu objek/benda dikatakan bernilai estetis atau indah, yakni manakala objek/benda itu ada perimbangan antara bagian-bagiannya. Pengertian perimbangan di sini, secara artistik menunjuk pada terpenuhinya azas-azas komposisi. Secara umum azas komposisi itu antara lain meliputi, tema, harmoni, irama, variasi, dan proporsi.
Pengertian estetika seperti yang telah dikemukakan secara panjang lebar tadi, biasanya secara sempit dipergunakan untuk mengkaji atau menganalisis kualitas suatu keindahan dalam fenomena satu objek tertentu. Namun demikian dalam hubungannya dengan berkesenian sebagai suatu tujuan pendidikan estetik, yang lebih dipentingkan adalah merasakan dan/ atau proses membuat “benda” indah.
Dijelaskan oleh Sutrisno dan Christ Verhaak (1993), berkesenian adalah salah satu ekspresi proses kebudayaan yang berkait dengan pandangan jagat/dunia orang-orang dari kebudayaan itu. Berkait dengan itu, Sedyawati menurut Sutrisno dan Christ Verhaak (1993) juga mendukung pendapatnya dengan mengemukakan, suatu keindahan tidak harus berlaku umum sebab keindahan lebih mengacu pada pandangan/ perasaan individu berdasar pada budaya yang dijadikan acuan oleh individu tersebut.
Berkait dengan apresiasi dan ekspresi seni budaya menuju tercapainya pendidikan estetika, bahwa apresiasi itu sendiri secara konsep menurut Gove dalam Dostia dan Aminudin (1987) adalah suatu pengenalan seni melalui perasaan dan kepekaan batin terhadap seni yang diperkenalkan sampai kememahami serta mengakui terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan oleh seniman. Berkait dengan itu, menurut Sutopo (1985) yang mengambil pendapat B.O Smith, bahwa apresiasi merupakan proses pengenalan dan pemahaman nilai karya seni, untuk menghargainya, dan menafsir makna yang terkandung di dalamnya.
Dalam menjadikan seni sebagai alat pendidikan estetika, setelah memahami konsep apresiasi, selanjutnya harus memahami konsep ekspresi. Biasanya antara konsep ekspresi dengan konsep kreasi dipahami/dimengerti, rancu. Kerancuan ini bisa dimengerti sebab dalam dunia seni, berekspresi dalam bentuk mewujudkan sebuah karya seni bisa dimengerti sebagai berkreasi namun berekpresi dalam bentuk penjiwaan dan/atau pembawaan sebuah karya seni tanpa menghasilkan wujud karya seni baru tertentu, hanya bisa dimengerti sebagai berapresiasi. Dengan demikian, konsep ekspresi bisa dimengerti sebagai suatu penjiwan dan/atau pembawaan dalam sebuah tataran apresiasi, namun juga bisa dimengerti sebagai sebuah bentuk berkreasi manakala ekspresi tersebut sampai ketataran mewujudkan sebuah karya seni (lihat Prier 1986; Rohidi 1993; dan Surjobrongto 1982).
Dalam hubungannya dengan kepentingan berkesenian/berekspresi seni sebagai alat pendidikan estetika, lebih lanjut diperlukan pemahaman tentang konsep kreasi secara khusus. Secara harafiah atau khusus dari sisi kebahasaan, kreasi dapat dimengerti sebagai hasil dari sebuah kreativitas. Lebih lanjut Santrock dalam Sumaryanto (2001) mengemukakan, kreativitas adalah kemampuan berpikir tentang sesuatu dengan cara yang baru untuk dapat menemukan pemecahan masalah yang unik. Vogel dalam Sumaryanto (2001) mengambil pendapat Guilfort, bahwa paling sedikit terdapat dua kemampuan yang terlibat dalam berpikir kreatif, yaitu kemampuan produksi divergen dan kemampuan transformasi. Menurut Vogel, kreativitas tampaknya berkorelasi dengan fleksibilitas dalam proses berpikir, yaitu adanya gagasan-gagasan yang lebih mengarah pada kompleksitas berpikir. Berhubungan dengan itu, Vogel demikian menurut Sumaryanto, mendefinisikan kreativitas sebagai proses berpikir yang menghasilkan konsep-konsep baru atau pemecahan masalah.
Horlock dalam Munandar (1987) mengemukakan, kreativitas berkait dengan daya cipta seseorang yang menghasilkan sesuatu dalam wujud/bentuk baru dan/atau berbeda dengan yang lain, dan ini bisa bersifat verbal, non verbal, nyata, atau abstrak. Hadirnya kreativitas menurut Ross (1973); Lowenfeld dan Brittain (1982) ditandai oleh beberapa indikator, antara lain memiliki kepekaan terhadap masalah, memiliki ide yang lancar, memiliki keluwesan dalam menyesuaikan diri, memiliki keaslian dalam menanggapi dan memecahkan masalah yang dihadapi, bebas dalam mengungkapkan gagasan, mampu memecahkan masalah dengan cara yang berbeda dengan yang dilakukan oleh orang lain, memiliki kemampuan menyusun ulang situasi, serta memiliki kemampuan dalam analisis dan sintesis.
Bertolak dari konsep dan/atau pemahaman tentang apresiasi dan ekspresi/kreasi seperti yang telah dikemukakan, jika dihubungkan dengan seni dalam hubungannya dengan pencapaian pendidikan estetika, tampaknya akan menjadi sarana ketersampaiannya. Alasan dari pemikiran ini adalah, dalam berapresiasi, seni mengandung kepekaan estetik, begitu pula dalam berekspresi seni juga mengandung kepekaan estetik, dan dalam berkreasi seni juga bergulat dengan keestetikaan. Proses yang demikian ini akan menjadikan pengalaman estetik bagi orang yang berkesenian sesuai dengan keinginan bagi kepentingan pendidikan estetika.
METODE
Metode penelitian yang diterapkan pada penelitian ini adalah metode kualitatif.
Lokasi penelitian ini adalah Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang. Sasaran penelitian berkait tentang pelaksanaan pendidikan estetika melalui seni budaya di lingkungan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang, baik seni budaya Jawa, seni musik umum, seni rupa, maupun seni sastra.
Alat pengumpul data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan studi dokumen. Observasi dilakukan dengan melihat aktivitas sivitas akademika Fakultas Bahasa dan Seni dalam berkesenian, baik berapresiasi maupun berkreasi. Wawancara dilakukan pada individu-individu yang dipilih sebagai informan yang dianggap terlibat dalam kegiatan berkesenian di lingkungan kampus Fakultas Bahasa dan Seni. Studi dokumen dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen, baik dalam elektronik seperti yang ada pada rekaman-rekaman, tulisan/catatan-catatan, maupun gambar.
Analisis data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah analisis data model interaktif, sebagaimana yang dikembangkan oleh Milles dan Huberman (dalam Rohidi terj. 1992); Nasution (1996); dan Moleong (1996). Analisis dimulai sejak pengumpulan data, dilanjutkan reduksi data, penyajian data, dan verifikasi yang berputar secara terus menerus hingga masalah penelitian ditemukan jawabannya sampai pada pemaknaannya yang mendalam.
Teknik keabsahan data yang diterapkan dalam penelitian ini, utama sekali adalah triangulasi data (Moleong 1996; Patton 1987). Triangulasi data yang dimaksud oleh Moleong dan Patten itu setidaknya dalam penelitian harus dilakukan dengan mencocokkan data hasil wawancara, Observasi, dan studi dokumen, keajegan jawaban dari sumber yang sama dalam memberi keterangan dari waktu ke waktu atau dalam waktu yang berbeda, kesamaan keterangan antara sumber satu dengan yang lain, dan ketekunan serta ketelitian peneliti dalam mengamati kegiatan yang aplikasinya dalam penelitian ini adalah kegiatan berkesenian yang dilakukan oleh sivitas akademika Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang di lingkungan kampus Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada sesi ini, akan disampaikan hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian dan pembahasan akan disampaikan secara menyatu yang pembahasannya hanya akan tampak implisit dalam hasil penelitian ini. Hasil penelitian akan menjawab permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yakni tentang “Bagaimana pelaksanaan pendidikan estetika melalui seni budaya di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang”. Pendidikan estetika melalui seni budaya di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang dalam penelitian ini akan dilihat dari kegiatan-kegiatan berkesenian sivitas akademika, baik pada tataran apresiasi maupun tataran kreasi formal maupun non formal.
Apresiasi dan Kreasi Formal
Apresiasi dan kreasi sebagai suatu bentuk pendidikan estetika yang dalam konteks penelitian ini dikatakan dengan istilah formal, oleh fakultas diserahkan sepenuhnya kepada jurusan-jurusan seni dan sastra. Jurusan-jurusan seni dan sastra, melakukan kegiatan apresiasi dan kreasi yang eksplisit dan implisit di dalam proses pembelajaran atau masuk dalam mata kuliah-mata kuliah. Di dalam mata kuliah-mata kuliah yang berhubungan dengan seni dan sastra semuanya selalu ada aspek apresiasi dan kreasinya yang dengan demikian pendidikan estetika, baik secara eksplisit dan/ atau pun implisit ada di dalamnya.
Jurusan pendidikan seni drama, tari, dan musik, untuk seluruh mahasiswanya diwajibkan mendapatkan mata kuliah seni drama. Dengan demikian apresiasi dan kreasi seni drama sebagai wujud pendidikan estetika ada pada proses belajar mengajar seni drama tersebut. Berbeda dengan mata kuliah seni drama, mata kuliah seni tari dan musik hanya diwajibkan pada mahasiswa yang mengambil bidang studi tari dan musik tersebut. Pendeknya, untuk mahasiswa Program seni tari, mata kuliah bidang studi yang diberikan hampir semuanya adalah berkait dengan seni tari dan karawitan. Seni musik diberikan untuk mahasiswa program seni tari hanya sekedar untuk apresiasi ringan dan tidak dituntut kreasi yang berstandar sebagai kreator musik.
Berbeda dengan program studi seni tari adalah program studi seni musik. Untuk seni musik, pelajaran seni tari juga hanya dimasukkan sebagai pendidikan apresiasi dengan tidak dituntut berkreasi tari seperti seorang kreator tari. Bidang studi pendidikan seni musik, diberikan pendidikan estetika hanya sebagai suatu implementasi dari mata kuliah-mata kuliah seni musik yang diberikan sebagai mata kuliah wajib.
Berbeda dengan Jurusan Seni Drama, Tari, dan Musik, yang memberikan pendidikan estetika melalui mata kuliah-mata kuliah yang berhubungan dengan seni drama, tari, dan musik adalah Jurusan Seni Rupa. Jurusan seni rupa ini ada yang jurusan kependidikan namun juga ada yang non kependidikan. Lepas dari jurusan kependidikan maupun jurusan non kependidikan, untuk jurusan seni rupa ini memberikan pendidikan estetika kepada para mahasiswanya juga melalui mata kuliah-mata kuliah kesenirupaan. Apa yang diberikan pada mata kuliah-mata kuliah kesenirupaan, baik secara eksplisit maupun implisit semuanya mengandung unsur pendidikan estetika.
Dilihat dari struktur programnya, pendidikan estetika melalui seni budaya yang ada pada Program Studi Seni Tari masuk pada mata kuliah-mata kuliah seperti sejarah tari, tari surakarta, tari kreasi, tari bali, tari sunda, tari nusantara, kreativitas tari, komposisi tari, karawitan, dan pergelaran. Pendidikan estetika melalui seni budaya yang ada pada Program Studi Seni Musik masuk pada mata kuliah-mata kuliah seperti sejarah musik, musik daerah, musik masa kini, musik keroncong, musik band, dan praktek-praktek instrumen musik seperti musik gesek, musik tiup, musik gesek, dan musik petik. Pendidikan estetika melalui seni budaya yang ada pada Program Studi Seni Rupa masuk pada mata kuliah-mata kuliah seperti ornamen nusantara, seni lukis, seni patung, seni grafis, seni keramik, seni ukir, desain, dan lain-lain yang diambil oleh mahasiswa yang struktur programnya memang ada mata kuliah tersebut.
Di luar dari seni tari, seni musik, dan seni rupa pun juga ada pendidikan estetika yang lain, yaitu seni sastra. Seni sastra ada seni sastra Jawa, Nusantara/Indonesia, dan asing. Seni sastra ini yang paling menonjol dan dipahami oleh umum, misalnya seperti puisi, prosa, sajak, sandiwara/ drama, dan juga tembang dan karawitan bagi mahasiswa jurusan pendidikan bahasa Jawa. Seluruh seni-seni yang ada seperti seni tari, seni msik, seni rupa, dan seni sastra ini diajarkan pada program-program studi yang relevan dengan program studi yang ada di Fakultas Bahasa dan Seni universitas Negeri Semarang ini. Untuk itu lah, pendidikan estetika melalui seni budaya dalam tataran apresiasi dan kreasi yang bersifat formal menjadi terwujud.
Apresiasi dan Kreasi Ekstra/ Non Formal
Pendidikan estetika melalui seni budaya yang dilakukan melalui apresiasi dan kreasi sebagai bentuk pengembangan bakat dan minat mahasiswa juga diselenggarakan oleh Fakultas Bahasa dan Seni di bawah universitas. Sebenarnya bentuk pengembangan bakat dan minat ini boleh diikuti oleh seluruh mahasiswa Universitas Negeri Semarang dari seluruh fakultas yang ada di Universitas Negeri Semarang. Namun demikian, yang mengambil seni sebagai pilihan pengembangan bakat dan minat ini sebagian besar juga dari para mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni.
Wujud kegiatan sebagai bentuk pendidikan estetika melalui seni budaya yang di bawah langsung universitas adalah unit kegiatan mahasiswa atau biasa disingkat dengan UKM. Untuk kesenian ditangani melalui kegiatan yang dikoordinir oleh pembantu dekan bidang kemahasiswaan. Nama kegiatannya ada karawitan, panembromo, kethoprak, dan tari. Untuk saat ini kegiatan itu bekerjasama menjadi satu dalam bentuk forum UKM Kesenian Jawa.
Selain kesenian Jawa ada juga unit kegiatan mahasiswa atau UKM yang lain, yakni seni musik dan seni rupa. Seni musik ini ada paduan suara, band, marching band, campursari, dan rebana. Seni rupa ada kerajinan, lukis, patung, ukir-ukiran, dan desain. Pada kegiatan seni musik dan seni rupa ini lah pendidikan estetika melalui seni budaya juga secara eksplisit dan implisit terbentuk di dalamnya karena mereka berapresiasi dan berkreasi dengan seni tersebut.
Jalannya kegiatan untuk unit kegiatan mahasiswa ini atas dasar pilihan masing-masing dari para mahasiswa untuk pengembangan bakat dan minatnya yang tidak ada kewajiban bagi mahasiswa untuk harus mengikutinya. Setiap satu unit kegiatan didampingi satu dosen yang dipandang mampu mengkoordinir, sebagai tugas dari universitas. Sekalipun kegiatan ini hanya bersifat kokurikuler/ekstra kurikuler/pilihan yang tidak ada ikatannya, namun ternyata telah menghasilkan kreator-kreator yang sangat berguna bagi kepentingan kampus dan masyarakat luas.
Mereka selalu melayani permintaan pementasan, baik untuk kalangan kampus sendiri maupun dari masyarakat luar. Di kalangan kampus sendiri, kegiatan ini juga mementaskan ketoprak untuk acara Bulan Bahasa dan mementaskan kethoprak, karawitan, tari, panembromo menjadi satu dalam acara awal tahun. Upacara Dies Natalis juga menyajikan karawitan, tari, dan panembromo. Acara Wara Kawuri dan Halal Bihalal, menyajikan karawitan.
Selain apa yang telah dikemukakan itu, di Fakultas Bahasa dan Seni juga menyelenggarakan Sanggar Seni Puspita Sekaran yang merupakan singkatan dari pusat pelatihan seni tari dan karawitan, untuk keluarga Fakultas Bahasa dan Seni dan masyarakat sekitar. Pada setiap malam rabu legi juga diadakan pendidikan estetika melalui seni budaya yang implisit terbungkus dalam acara Sarasehan Budaya. Penyelenggaraannya bertempat di gasebo bahasa Jawa yang dalam acara saresehan itu juga selalu diisi dengan sajian seni Jawa.
Seni Jawa yang banyak digunakan untuk mengisi itu paling banyak adalah seni geguritan dan tari fragmen. Pernah juga tari ritual yang menceritakan manusia menyembah Tuhan atau tari ritual yang diberi judul Mahas ing Asamun atau Semedi. Di acara itu juga bersama dengan kelompok dari luar Fakultas Bahasa dan Seni mementaskan Wayang Dongeng.
Seni Jawa yang lain yang dilatih di dalam Fakultas Bahasa dan Seni dan menjadi satu dengan UKM karawitan adalah seni daerah Semarang yang bernama Gambang Semarang. Gambang Semarang ini paling banyak dipentaskan di luar kampus karena seni Gambang Semarang merupakan cirri khas seni Semarangan sehingga sangat sering diminta untuk mengisi acara-acara dalam kaitannya dengan kegiatan di Kota Semarang. Pementasan seni Gambang Semarang ini tampaknya untuk menunjukkan bahwa di Semarang mempunyai seni yang khas, yaitu seni Gambang Semarang.
Pendidikan estetika melalui seni budaya di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang tidak cukup hanya itu. Melalui kegiatan di luar UKM ada juga sebuah kursus pranata cara, yang diberi nama Pawiyatan Krida Madu. Di dalam kursus ini di olah lah basa, sastra, dan tembang yang pengolahannya tidak hanya ditangani oleh personal-personal dari dalam kampus namun juga melibatkan orang luar kampus utamanya mereka-mereka yang kompeten dalam bidang olah basa, sastra, dan tembang. Peserta kursus bukan saja orang-orang dari dalam kampus namun banyak juga peserta dari luar kampus.
Ada seni Jawa, ada pula seni musik umum. Di dalam unit kegiatan mahasiswa seperti yang telah dikemukakan, ada UKM paduan suara, band, marsing band, campursari, dan rebana. Sekalipun kegiatan ini hanya sebagai pengembangan bakat dan minat, banyak juga kegiatan-kegiatan yang dijalani dan prestasi-prestasi yang diraih oleh kegiatan seni musik ini. Untuk paduan suara dan band misalnya, hampir tidak terlewatkan selalu digunakan untuk acara wisuda universitas dan fakultas. Selain acara wisuda, biasanya digunakan juga seperti jika ada acara Putra Putri Kampus.
Kejuaraan-kejuaraan seni musik melaui wadah UKM seni musik, juga mendapatkan banyak penghargaan dari kegiatan-kegitan kemahasiswaan, seperti pernah sebagai juara lomba vokal group antar mahasiswa tingkat Jawa Tengah dan juara tingkat nasional. Juara juga nyanyi lagu pop, seriosa, dan keroncong tingkat Jawa tengah dan Nasional. Semua ini merupakan bentuk keberhasilan pendidikan estetika melalui seni budaya di lingkungan kampus Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang, yang tentunya tidak sekadar mendapat juaranya yang kita hargai, namun lebih dari itu, adalah pendidikan estetikanya yang dalam hal ini pendidikan estetika melalui seni budaya.
Dalam kegiatan kesenirupaan, banyak juga dilakukan oleh para mahasiswa hingga mendapat kejuaraan setidaknya di tingkat Jawa Tengah dan pernah juga ada yang mendapat juara I sampai tingkat nasional, yaitu Ilustrasi. Selebihnya dari itu seperti lomba poster, animasi, dan fotografi adalah juara tingkat Jawa Tengah. Pameran-pameran kesenirupaan juga diselenggarakan tidak hanya di dalam kampus, namun juga di luar kampus. Pameran di dalam kampus biasanya untuk ujian Tugas Akhir mahasiswa tetapi ada juga pameran yang tidak saja karya mahasiswa tetapi juga karya dosen. Itu lah bentuk pendidikan estetika melalui seni budaya untuk sivitas akademika Fakultas Bahasa dan Seni. Pendidikan estetika tidak hanya dalam bentuk berkarya seni namun juga mengapresiasi karya seni.
Jika Jurusan Seni Rupa mengadakan pameran untuk sivitas akademika yang akhirnya dapat dimengerti menjadi bentuk pendidikan estetika, begitu pula tidak berbeda untuk Jurusan Seni Drama, Tari, dan Musik. Di dalam mata kuliah pergelaran, para mahasiswa juga mempergelarkan karya seni tari dan musik untuk tidak saja diambil nilainya oleh dosen, namun juga untuk dipertontonkan pada sivitas akademika yang berminat.
Pendidikan estetika sebagai kegiatan berkesenian tidak saja dilakukan oleh mahasiswa, namun juga dosen dan karyawan yang dipelopori oleh pimpinan fakultas/ dekan. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni sangat getol mengadakan acara nyanyi bersama yang diberi label Nyanyi Bersama Lagu Tembang Kenangan. Di dalam acara Tembang Kenangan juga diisi berbagai jenis musik dan irama musik yang siapa saja bisa ikut terlibat berkesenian di acara itu.
Tidak hanya tingkat fakultas yang dilibatkan dalam acara-acara seperti ini, namun juga kadang sampai ke tingkat universitas. Pembantu rektor bidang kerjasama, pembantu rektor bidang kemahasiswaan, para dekan, dosen, karyawan, dan bahkan darma wanita juga diajak berkesenian dalam acara-acara berkesenian dalam bungkus tembang kenangan ini. Usaha memancing kegairahan seluruh sivitas akademika untuk berkesenian semacam ini, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni mengambil pemain musik dan pelatih tari untuk menarikan lagu-lagu tembang kenangan ini dalam bentuk tari modern berdasar irama musiknya.
Pendidikan estetika melalui seni budaya yang dilakukan oleh fakultas tidak cukup hanya sampai di situ. Berbagai cara dilakukan, bahkan sampai pada kewajiban senam setiap hari jumat pagi juga menghadirkan pelatih senam dari luar kampus yang dalam acara senam itu tidak hanya mementingkan kesegaran fisik. Kesegaran estetik juga diusahakan bahkan menjadi sama utamanya dengan kesegaran fisik. Acara senam bersama seluruh dosen dan karyawan, dipilih lagu-lagu yang berirama dinamis dan menyenangkan. Dalam acara senam ini pula, tidak hanya bunyi irama musik untuk memancing gerak yang dipentingkan, lebih dari itu digunakan pula lagu-lagu yang enak dinyanyikan sambil bersenam sehingga suasana dan keadaan badan menjadi sehat segar.
Karyawan dalam bekerja menggunakan komputer juga dilengkapi dengan berbagai lagu. Melalui compact disk room dapat disetel lagu-lagu untuk mengantarkan kegairahan kerja. Ibarat sambil berdendang nasi masak. Sambil menikmati lagu-lagu dan sekali-kali ikut menyanyikan, pekerjaan selesai dengan baik. Ketegangan kerja, kejenuhan, kebosanan seolah tidak ada karena dalam bekerja diselipkan bentuk ungkapan rasa melalui lagu yang dinikmati. Kadang juga sekali-kali pada jam-jam tertentu bisa menikmati tayangan kesenian melalui televisi yang dipajang di ruang kerja karyawan sehingga membuat karyawan dalam bekerja terasa bagai di rumah sendiri. Itu lah bentuk pendidikan estetika melalui seni budaya yang dilakukan di Fakultas Bahasa dan Seni. Mahasiswa, dosen, karyawan, dan seluruh jajaran pimpinan fakultas, semuanya berkesempatan mendapatkan pengalaman estetik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasar hasil penelitian yang dikemukakan, disimpulkan bahwa pendidikan estetika melalui seni budaya pada Fakultas bahasa dan Seni dilakukan dalam bentuk pendidikan estetika formal dan non formal. Pendidikan estetika formal, dilakukan pada seluruh mahasiswa program seni dan sastra melalui kuliah-kuliah yang bermaterikan seni. Pendidikan estetika non formal dilakukan oleh seluruh sivitas akademika, baik mahasiswa, dosen, karyawan, maupun pimpinan fakultas. Pendidikan estetika non formal untuk mahasiswa utama sekali dilakukan melalui wadah unit kegiatan mahasiswa (UKM) seni yang dipilih mahasiswa berdasar minatnya. Pendidikan estetika melalui seni budaya untuk para dosen, karyawan, dan pimpinan fakultas utama sekali dilakukan melalui kegiatan berapresiasi seni dalam bentuk seperti menyaksikan pameran seni rupa di fakultas, menyaksikan pergelaran seni yang dilakukan oleh sivitas akademika, dan melakukan kegiatan berkesenian sendiri berdasar minatnya yang difasilitasi oleh fakultas.
Saran
Berdasar simpulan yang telah dikemukakan disarankan, seluruh sivitas akademika Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang hendaknya selalu mengembangkan potensi diri dalam berkesenian dalam rangka mewujudkan tercapainya pendidikan estetika melalui seni budaya yang optimal. Harapan ke depan dapat menjadi pendidik-pendidik seni bagi masyarakat luas melalui jalur apa pun sehingga terwujud manusia-manusia Indonesia yang humanis dan senantiasa kreatif dalam menghadapi segala tantangan kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin, Dostia. 1987. Pengantar Apresiasi. Bandung: CV. Sinar Baru
Anwar, W. 1985. Filsafat Estetika. Yogyakarta: Penerbit Nur Cahaya
Lowenfeld, V & Brittain, WL. 1982. Creative and Mental Growth. New York: Macmillan
Matthew B, Miles, A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Tjetjep Rohendi Rohidi (terj). Jakarta: UI Press.
Moleong, Lexy J. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Munandar, Utami. 1988. Kreativitas Sepanjang Masa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Patton, Michael Quinn. 1987. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods. Beverly Hills: Sage Publications.
Prier, Karl Edmund SJ. 1996. Menjadi Dirigen Jilid I. Teknik Memberi Aba-aba. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.
Read, Habert. 1973. The Meaning of Art. London: Faber & Faber.
Rohidi, TR. 1993. “Ekspresi Seni Orang Miskin: Adaptasi Simbolik terhadap Kemiskinan”. Disertasi Doktor UI Jakarta.
Ross, Maleom. 1978. The Creative Art. London: Heinemann Educational Books Ltd.
Sahman, H. 1993. Estetika: Telaah Sistemik dan Historik. Semarang: IKIP Semarang Press.
Sumaryanto, Totok. 2001. “Pemupukan Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran Musik” dalam Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni Harmonia Vol.2 No. 3/ Januari – April 2001.
Suryobrongto. 1982. Nilai-nilai Keindahan Tari. Yogyakarta: Depdikbud.
Sutopo, HB. 1989. Peranan Pendidikan Seni Masa Kini. Makalah dalam Seminar Pendidikan Seni Rupa di IKIP Semarang.
Sutrisno, Mudji SJ & Verhaak, Christ SJ. 1993. Estetika Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Kanisius.
The Liang Gie. 1996. Filsafat Seni. Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu Berguna (PUBIB).
This article is taken from Harmonia Vol. IX No. 1 June 2009
0 komentar:
Posting Komentar