Komponen-komponen dalam Budaya-Musik
Sunarto
Staf Pengajar Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Seorang filsuf wanita dari Amerika Serikat, Susanne K. Langer, pernah berucap bahwa, musik telah mampu merasuk ke dalam umat manusia setua umur manusia di bumi ini. Musik telah membentuk suatu buaya tersendiri di anara seni-seni yang lainnya. Ia hadir di setiap saat dalam suatu budaya di mana pun budaya itu tumbuh. Ada semacam universalitas: di mana ada budaya di situ pula musik bereksistensi. Rangkaian yang membentuk komunitas dalam musik itu sendiri hadir sebagai sebuah harmonisasi dari alam yang melahirkannya. Dalam komponen-komponen budaya-musik terdapat empat yang melingkupinya, yaitu: 1) ide-ide tentang musik (musik dan sistem kepercayaan, estetika musik, konteks musik); 2) organisasi sosial musik ; 3) repertoar musik (gaya, jenis aliran, teks, komposisi, transmisi, gerakan); dan 4) budaya material musik.
Kata Kunci: musik, budaya, sosial, estetika, etnisitas.
A. Pendahuluan
Sejauh yang dapat diketahui, setiap masyarakat memiliki musik. Musik itu universal; tetapi maknanya tidak. Seorang musisi terkenal dari Timur dibawa ke sebuah konser simponi Eropa kira-kira seratus limapuluh tahun yang lalu. Meskipun ia adalah seorang musisi sebenarnya di negaranya, namun ia tidak pernah mendengarkan sebuah pertunjukan musik Barat. Cerita berjalan dimana setelah konser ia ditanya seberapa ia menyukainya. Ia menjawab, ‘Sangat baik’. Tidak puas dengan jawaban ini,
para penjamunya bertanya lagi (melalui seorang penterjemah) bagian mana yang paling ia sukai. ‘Bagian pertama,’ katanya. “Oh, Anda menikmati gerakan pertama?” “Tidak, sebelum itu!”.
Bagi orang asing, bagian pertama dari pertunjukan adalah waktu penyelarasan. Itulah musik baginya, dan siapa yang ingin mengatakan sebaliknya? Para penjamunya. Musik, karenanya, meskipun adalah sebuah fenomena universal (para ilmuwan bahkan mengirimkan musik pada pesawat-pesawat ruang angkasa, dengan harapan bisa berkomunikasi dengan badan-badan cerdas yang ada di sistem tata-surya yang jauh), mendapatkan maknanya dari budaya, dan budaya-budaya berbeda menafsirkannya secara beda. Budaya adalah merupakan sebagai cara hidup sebuah masyarakat secara keseluruhan. Di sini digunakan istilah budaya-musik (music-culture) untuk menunjuk pada sebuah kelompok dari total keterlibatan masyarakat dengan musik. Sesuai hal itu, budaya-musik Eropa menentukan bahwa suara atau bunyi yang dibuat oleh para musisi simponi yang selaras bukanlah musik.
Disebut musik sebagai musik, tetapi tidak semua budaya-musik memiliki kata untuk itu. Menulis tentang Rosa, sebuah kampung Macedonia Yugoslavia, Nahoma Sachs menunjukkan bahwa “Rosa-rosa tradisional tidak memiliki persamaan umum dengan ‘musik’ Inggris.” Mereka membagi tingkatan bunyi yang bisa disebut musik oleh orang-orang Amerika menjadi dua kategori: pesni, lagu-lagu, dan muzika, musik instrumental’ (Sachs 1975: 27). Tentu saja, perbedaan di antara lagu-lagu dan musik ini ditemukan di banyak bagian dunia, bahkan di Amerika Serikat. Para Pembabtis di zaman lampau di Selatan seringkali mengatakan, “Kami tidak memiliki musik pada misa kami,” yang berarti mereka tidak memiliki musik instrumental yang menyertai nyanyian mereka. Budaya-budaya musik lain memiliki kata-kata untuk beberapa tipe lagu (lagu ninabobok, syair kepahlawanan, nyanyian historis, dan lain sebagainya) tetapi bukan kata menyeluruh untuk musik. Sebagian karena kita memiliki sedemikian luas istilah untuk musik dalam bahasa Inggris, maka kita bisa menulis buku seperti ini.
Pada hakikinya, sebuah budaya-musik bersandar pada masyarakat itu sendiri- ide-ide mereka, tindakan atau gerak mereka, serta bunyi-bunyian yang mereka hasilkan (Merriam 1964: 32-33). Manusia berpikir bahwa budaya-musik terdiri dari empat komponen yang saling berjalan, yang akan kita uraikan di sini. Keempatnya terlebih dulu ditempatkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang bisa anda tanyakan tentang suatu budaya-musik tidak dikenal (atau bahkan dikenal). Ketika Anda membaca artikel ini, dan ketika Anda mempersiapkan proyek riset lapangan Anda, lihat bagaimana setiap budaya-musik yang Anda temui bisa ditinjau melalui jawaban-jawaban khusus Anda untuk pertanyaan-pertanyaan luas sangat abstrak ini. Bahwa sekarang, saat Anda membaca artikel ini, pilih budaya-musik yang sudah Anda kenal dan terbiasa (klasik, jazz, new-wave rock, dan lain sebagainya) dan lihat bagaimana budaya-musik akan mengukur pertanyaan-petanyaan ini.
B. Empat Komponen Budaya-Musik
1. Ide-ide tentang Musik
a. Musik dan Sistem-Kepercayaan
Apakah musik? Apakah musik itu bersifat manusia atau ketuhanan (atau keduanya)? Apakah musik itu bagus dan berguna bagi umat-manusia? Apakah secara potensial merugikan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas mencapai ke dalam ide-ide dasar budaya masyarakat manusia, seni dan alam semesta dari budaya-musik. Budaya-budaya sangat bervariasi dalam mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, dan jawaban-jawaban itu seringkali sangat samar, bahkan paradoks; budaya diwujudkan dalam ritual-ritual dimana mereka mencoba untuk menyatukan cinta dan benci, hidup dan mati, alami dan beradap. Bahkan di dalam satu budaya-musik, jawaban-jawaban bisa berubah bersama waktu: seorang Kristen di Abad Pertengahan (Medieval) akan memiliki pemahaman kacau tentang salah satu massa jazz hari ini.
b. Estetika Musik
Kapan sebuah lagu disebut indah? Kapan sebuah lagu dinyanyikan dengan indah? Kualitas suara apa yang menyenangkan, dan apa yang menyenangkan di telinga? Bagaimana seharusnya seorang musisi berpakaian? Seberapa lama seharusnya sebuah Pertunjukan (performance) berlangsung? Sekali lagi, tidak semua budaya setuju dengan pertanyaan-pertanyaan estetika yang melibatkan penilaian-penilaian dari apa yang benar dan apa yang indah. Beberapa orang Amerika menganggap nyanyian-opera China sebagai tegang dan artifisial, tetapi demikian juga beberapa orang China menganggap gaya opera bel canto Eropa sebagai tidak tepat dan tidak menyenangkan. Budaya-musik bisa dicirikan dengan preferensi-preferensi pada kualitas suara dan praktek performance, yang semuanya merupakan diskriminasi-diskriminasi estetika.
c. Konteks untuk Musik
Kapan seharusnya musuik dipertunjukkan? Seberapa sering? Pada Kejadian-kejadian apa? Sekali lagi, setiap budaya-musik menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal yang mengelilingi musik ini secara beda. Di dunia modern, dimana konteks bisa bergantung pada hanya loncatan dari saklar on-of dan “person-berjalan” (walkperson) yang bisa berpindah, sulit membayangkan masa-masa lalu ketika semua musik muncul dari pertunjukan langsung bertatap-muka. Kakek-kakek buyut manusia harus bernyanyi atau memainkan drama, mendengarkan musik, atau menanyakannya pada seseorang yang ada di dekatnya; mereka tidak bisa memproduksinya atas permintaan dari suara radio, televisi, pemain rekaman, tape recorder, atau komputer yang tidak berwujud. Bagaimana anda telah mendengarkan seorang penyayi atau sebuah band seratus tahun yang lalu jika anda beranggapan bahwa bisa jadi ini merupakan satu-satunya waktu dalam kehidupan Anda, Anda dapat mendengarkan musik!
Tentu saja, tiga kategori ide tentang musik yang baru saja kita bicarakan ini-musik dan sistem kepercayaan, estetika, dan konteks- saling bertumpang-tindih. Di sebagian besar budaya-musik, musik yang “bagus” (good) terikat dengan musik yang “indah” (beautiful) dan berlangsung dalam konteks yang benar. Dengan demikian harus ada pemisahan demi kenyamanan.
Disamping itu, individu-individu dengan budaya-mudik seringkali berbeda dalam ide-ide mereka tentang musik. Ragtime, jazz, dan rock ‘n’ roll, sifatnya revolusioner ketika semua musik ini diperkenalkan. Mereka menemui (dan tetap menemui) perlawanan dari beberapa orang Amerika ini. Perlawanan ini didasarkan pada estetika (musik ini dianggap sebagai suara keras dan mengerikan) dan konteks (gaya-hidup terkait musik dianggap memasukkan narkotika, cinta-bebas, politik radikal, dan seterusnya). Jika musik, dunia-dunia di dalam dunia-musik. Dalam kenyataan, sebagian besar budaya-musik bisa dibagi menjadi beberapa sub-budaya, beberapa berlawanan dengan beberapa yang lain: klasik versus rock ‘n’ roll, misalnya, atau (dari era sebelumnya, lagu-lagu pujian suci versus musik dansa dan nyanyian-nyanian untuk minum. Seringkali sub-sub-budaya ini bertumpang-tindih: pertunjukan dari sebuah kidung pujian di sebuah Gereja Minnesota melibatkan wilayah (Midwest atas), etnisitas (contoh: Jerman), agama (Lutheranisme), dan sebagainya – semua dasar untuk sub-sub-budaya musik. Apakah sub-sub-budaya musik yang anda identifikasikan paling kuat? Apa yang paling tidak anda sukai? Apakah preferensi-preferensi Anda didasarkan pada konteks, estetika, atau sistem kepercayaan?
2. Organisasi Sosial Musik
Organisasi sosial menunjuk pada bagaimana sekelompok masyarakat membagi, mengatur, atau memeringkatkan diri. Jumlah total dari ide dan pertunjukan (performance) musik terbagi secara tidak merata di antara orang-orang pada suatu budaya-musik. Beberapa berperforma lebih sering, beberapa yang lain hampir tidak pernah. Beberapa membuat musik untuk mencari nafkah, sedang beberapa yang lain dibayar sedikit atau bahkan tanpa bayaran. Karena usia dan gender, anak-anak, wanita, pria, dan orang-orang tua menyanyikan lagu-lagu berbeda. Kelompok ras, etnis, dan kelompok kerja juga menyanyikan lagu-lagu spesial mereka sendiri, dan setiap kelompok diberi peran musiknya sendiri. Semua maslah ini ada kaitannya dengan organisasi sosial budaya-musik, yang didasarkan pada ide-ide budaya-musik tentang musik, seperti yang telah dijelaskan di atas.
Seringkali pembagian perilaku musik mirip dengan pembagian sosial di dalam kelompok sehingga memperkuat aktivitas-aktivitas biasa budaya itu. Misalnya, ketika Pygmi-pygmi Afrika bernyanyi sebagai kelompok, setiap orang menjalin bagiannya untuk membangun sebuah kompleks yang secara keseluruhan sangat terpadu. Peneliti Alan Lomax menunjukkan bahwa pertunjukan-pertunjukan yang melibatkan kerjasama seperti ini melambangkan tekanan Pygmy pada kordinasi kerjasama di bidang-bidang kehidupan lain, seperti pekerjaan sehari-hari (Lomax 1976: 41; Turnbull 1962 untuk deskripsi jelas kehidupan dan musik Pygmy).
Di lain pihak, musik seringkali berjalan melawan untaian budaya luas, khususnya pada waktu festival, atau pada momen-momen penting dalam siklus kehidupan (inisiasi, perkawinan, pemakaman, dan lain sebagainya). Masyarakat pada pinggiran budaya menjadi penting ketika mereka memainkan musik untuk suatu peristiwa, namun juga memahami kekuatannya dan seringkali bahkan melihat keajaiban pada karya mereka. Dua ciri musik paling penting dari organisasi sosial musik adalah: status dan peran: prestise pembuat-musik, dan peran-peran beda yang diberikan masyarakat pada budaya-musik. Banyak situasi musik pada buku ini bergantung pada aspek-aspek dasar organisasi sosial.
3. Repertoar Musik
Repertoar adalah satu kumpulan performance siap, dan repertoar budaya-musik adalah apa yang paling kita anggap “musik itu sendiri” (musik itself). Repertoar terdiri dari enam bagian dasar, yaitu: gaya, jenis aliran, teks, komposisi, penyebaran, dan gerakan.
a. Gaya (style)
Termasuk di sini adalah segala sesuai yang terkait dengan organisasi bunyi musik itu sendiri: elemen-elemen titian nada (skala, mode, melodi, harmoni, sistem penselarasan, dan seterusnya), elemen-elemen waktu (irama, meter), elemen-elemen warna nada (kualitas suara, warna nada isntrumental), dan kepadatan bunyi (keras dan lembut). Semua ini bergantung pada estetika budaya-musik.
Secara bersama, gaya dan estetika menciptakan bunyi bisa dikenal yang dipahami oleh kelompok sebagai miliknya. Hal dapat dilihat pada Kasena, masyarakat yang hidup di negara Ghana Afrika, lebih menyukai musik mereka sendiri dibanding musik tetangga mereka, Frafra yang hidup di jalanan. Mereka mengatakan bahwa Frafra “hanya memiliki satu cara untuk bermain, sedangkan kami memiliki banyak”. Namun bagi kebanyakan masyarakat Kasena Amerika dan Frafra, musik kedengaran sama. Apakah musik-musik itu memang sama? Tidak, jika setiap kelompok bisa membedakan musiknya. Orang luar yang meneliti musik Kasena tahu bahwa ia mendapatkan sesuatu jika ia, juga, bisa mengenali perbedaan di antara musik Kasena dan Frafra dan menempatkan perbedaan itu ke dalam kata-kata-atau musik.
b. Jenis Aliran (Genre)
Jenis-jenis aliran musik adalah unit-unit standard repertoer yang diberi nama, seperti ‘lagu’ dan berbagai macam subdivisinya (misal, lagu ninabobok, nyanyian Natal, nyanyian pernikahan) atau banyak tipe musik instrumental dan tarian (jig, reel, wltz, dan lain sebagainya) Sebagian besar budaya-musik memiliki banyak jenis besar, tetapi istilah mereka tidak selalu sesuai dengan istilah pada budaya-budaya musik lain. Di antara kaum Yoruba di negara Nigeria Afrika, misalnya, raja-raja, kepala-kepala suku yang berkuasa, dan kaum bangsawan mempertahankan penyanyi-penyanyi lagu pujian untuk menyanyikan lagu-lagu pujian bagi mereka (Olajubu 1978: 685). Lagu-lagu pujian disebut oriki. Meskipun dapat mendekati nama Inggris untuk mendeskripsinya (nyanyian-pujian), namun tidak ada jenis aliran yang sama saat ini di Eropa atau Amerika.
c. Teks (Texts)
Kata-kata untuk sebuah lagu dikenal sebagai teksnya. Setiap nyanyian dengan kata-kata merupakan persimpangan dari dua sistem komunikasi manusia sangat besar yang berbeda: bahasa dan musik. Lagu dengan kata-kata merupakan jalinan sementara kedua sistem ini, dan demi kenyamanan kita bisa melihat keduanya satu demi satu. Setiap teks memiliki sejarahnya sendiri; seringkali sebuah teks tunggal memiliki melodi-melodi terhubung yang berbeda. Di lain pihak, sebuah melodi tunggal bisa cukup untuk beberapa teks. Pada musik blues, misalnya, teks dan melodi mengarah pada kehidupan independen, dengan memperkuat sebagai keinginan penyanyi. Lagu itu sendiri (bahasa dan musik secara bersama) adalah unit bisa dikenal, yang kuat secara emosional dengan haknya sendiri. Setiap orang yang telah ada di luar negeri dan tiba-tiba mendengar sebuah lagu tanah air yang dikenal tahu bagaimana kuatnya pengaruh ini.
d. Komposisi (Composition)
Bagaimana musik memasuki repertoer budaya-musik? Apakah musik terkomposisi secara individual atau oleh kelompok? Apakah musik itu tetap, bervariasi di dalam garis batas tertentu, atau diimprovisasikan secara spontan di dalam pertunjukan? Improvisasi membuat tercengan banyak etnomusikolog, dan kita tidak terkecuali. Barangkali pada level dalam dapat dihargai improvisasi bukan hanya karena ketrampilan-ketrampilan yang dilibatkan tetapi karena hal itu dapat menunjukkan improvisasi sebagai contoh kebebasan manusia. Komposisi juga terikat dengan organisasi sosial: apakah budaya-musik memiliki kelas kkomposer speial, atau bisakah seseorang mengkomposisi musik? Komposisi terkait dengan ide-ide tentang musik; beberapa budaya-musik membagi musik menjadi lagu-lagu yang dikomposisi oleh manusia dan lagu-lagu yang “diberikan” (given) kepada manusia dari para dewa, binatang, dan komposer-komposer lain bukan-manusia.
e. Penyebaran (Transmission)
Bagaimana musik dipelajari atau dipahami dan disebabkan dari satu orang ke orang berikutnya, dari satu generasi ke generasi berikutnya? Apakah budaya-musik tergantung pada instruksi formal, seperti di India Selatan? Apakah ada sisten notasi musik? Apakah sebuah badan teori musik mendasari proses instruksi formal? Seberapa banyak dipelajari secara informasi, melalui imitasi? Apakah musik berubah lewat waktu? Jika demikian, mengapa dan bagaimana?
Beberapa budaya-musik mewariskan musik melalui hubungan guru dan murid yang berlangsung untuk seumur hidup. Guru menjadi orang tua, yang mengajarkan nilai-nilai dan etika dan juga musik. Situasi musik seperti ini benar-benar menjadi “jalan hidup” (a way of life) dan si murid “dipersembahkan” (devoted) untuk menampilkan musik gurunya. Pada budaya-budaya-musik yang lain, tidak ada instruksi formal, dan musisi yang bercita-cita tinggi harus mengumpulkan sedikit demi sedikit dari menonton dan mendengarkan, biasanya lewat waktu bertahun-tahun. Dalam situasi-situasi ini, akan sangat membantu jika ia dibesarkan dalam keluarga musikal. Ketika repertoar disebarkan terutama dengan contoh dan imitasi dan dijalankan dari memori, kita katakan musik eksis “dalam tradisi oral” (in oral traditional). Musik pada tradisi oral menunjukkan variasi lebih besar lewat waktu dan ruang dibanding musik yang terikat dengan skor musik tertulis, definitif.
f. Gerakan (Movement)
Seluruh tingkatan aktivitas fisik menyertai musik. Memainkan sebuah instrumen musik, sendirian atau di dalam kelompok, melibatkan aktivitas musik, tetapi juga menghasilkan gerakan yang ditentukan secara budaya yang tak bisa dipisahkan dari musik itu sendiri. Yaitu, musik cukup secara harfiah menggerakkan orang-orang (menari), dan gerakan itu merupakan bagian pokok dari pertunjukan. Seberapa ganjil jadinya sebuah band rock berforma tanpa gerakan sebagai tanggapan terhadap musik mereka, dengan cara-cara yang membiarkan penonton memahami apa yang mereka rasakan, diperlihatkan saat ini oleh beberapa band new-wave rock. Grup-grup, seperti Rolling Stone, memproyeksikan imaji yang dalam. Dengan satu cara atau cara lain, musik terhitung dengan gerakan di dalam repertoar setiap budaya.
4. Budaya Material Musik
Budaya material menunjuk pada “hal-hal” (things) material, nyata-obyek-obyek fisik yang bisa dilihat, dipegang, dirasa, dan digunakan (non metefisik) --- yang dihasilkan oleh budaya. Dengan meneliti alat-alat budaya dan teknologi bisa mengatakan pada kita tentang sejarah kelompok dan gaya hidup. Demikian juga, riset tentang budaya material musik bisa membantu kita dalam memahami budaya-musik. Badan ‘hal-hal’ paling hidup didalamnya, tentu saja , adalah instrumen musik. Kita tidak bisa mendengar bunyi aktual dari suatu pertunjukan musik bagi diri kita sebelum 1870-an ketika fonograf ditemukan, sehingga kita bergantung pada instrumen tentang budaya-budaya-musik untuk informasi penting di jaman lampau beserta perkembangannya. Di sini kita memiliki dua jenis bukti: instrumen yang dipelihara kurang lebih utuh seperti harpa Sumeria yang usianya lebih dari 4500 tahun, dan instrumen-instrumen yang digambarkan dalam seni. Melalui studi instrumen, dan juga seni lukis, dokumen tertulis, dan sebagainya, kita bisa mengeksplorasi gerakan musik dari Timur Dekat sampai China lewat ribuan tahun yang lalu, atau kita bisa menguraikan penyebaran pengaruh Timur Dekat untuk Eropa yang disebabkan oleh perkembangan sebag ian besar instrumen didalam orkestra simponi.
Kita menanyakan budaya-budaya-musik hari ini, siapa yang membuat instrumen dan bagaimana instrumen-instrumen ini didistribusikan; hubungan apa yang ada di antara pembuat-instrumen dengan musisi; bagaimana selera dan gaya musik generasi ini, lebih dari selera dan gaya generasi tua, yang direfleksikan di dalam instrumen-instrumen yang dimainkan, dan seterusnya. Seringkali instrumen musik menjadi simbol patriotik warisan musik budaya. Contohnya adalah instrumen dari kantong-pipa di Dataran Tinggi Skotlandia atau instrumen Celtik kuno yang dibangun kembali dari masyarakat Britania dan Irlandia.
Kertas musik, juga, adalah budaya material. Para sarjana pernah mendefinisikan budaya musik rakyat seperti budaya dimana masyarakata belajar dan menyanyikan musik dengan telinga daripada dari cerita, tetapi riset menunjukkan pengaruh timbal-balik di antara sumber oral dan sumber tertulis pada beberapa abad terakhir di Eropa, Inggris, dan Amerika. Versi-versi cetak membatasi beragam jenis karena cenderung memakukan suatu lagu, namun secara paradoks menstimulasi orang-orang untuk menciptakan lagu-lagu berbeda dan baru. Bertrad Bronson mengamati bahwa teks-teks balada cetak cenderung memantapkan memori kata-kata pada orang-orang, tetapi gagal mengekang kepentingan mereka dalam variasi melodies (Bronson 1969: 61-62). Disamping itu, kemampuan untuk membaca notasi musik memiliki efek yang berjangkauan-jauh pada para musisi dan, ketika kemampuan tersebar luas, pada budaya-musik sebagai keseluruhan.
Satu bagian lebih penting dari budaya metrial musik sebaiknya dipisah-pisahkan: pengaruh media elektronik-radio, alat rekam, tape recorder, televisi, dan video-kaset, dengan komputer bernyanyi dan berbicara yang menjanjikan di masa depan dan perkembangan-perkembangan lain. Ini semua adalah bagian dari “revolusi informasi” (information revolution), fenomena abad ke-20 sama pentingnya dengan revolusi industri pada abad ke-19. Media elektonik ini bukan hanya terÿÿtaÿÿpadaÿÿegara-negara modern; namun juga telah mempengaruhi budaya-budaya-musik di seluruh dunia.
C. Dunia-Musik
Percampuran budaya-budaya-musik sedang berlangsung di seluruh dunia, dan fakta ini seringkali membuat sulit kita dalam memisahkan gaya-gaya musik tradisional’ tetapi akan salah jika berasumsi bahwa budaya-budaya musik praelektronik tidak berubah. Berbicara tentang Eropa Timur (Eastern Europe) lebih dari setengah abad yang lalu, Zoltan Kodaly berkata:
Tradisi rakyat tidak dianggap sebagai satu keseluruhan yang homogen seragam, namun bervariasi secara mendasar menurut kondisi usia, sosial dan material, pendidikan, distrik, dan gender. Sekitar tahun tahun 1910 perbedaan cukup tajam hadir di antara repertoar-lagu dari tiga usia kehidupan utama. Orang-orang berusia baya dan usia tua di pedesaan bukan hanya tidak menyanyikan lagu-lagu anak muda, tetapi biasanya tidak memahaminya. Juga generasi muda tidak memahami lagu-lagu generasi tua… (Kodaly 1960: 20).
Dengan kata lain, perubahan musik dan kontak-budaya (culture-contact) serta saling-pertukaran tidak dimulai dengan media elektronik. Lagu-lagu pujian Kristen Indian Amerika, misalnya, dihasilkan dari karya misionaris yang dimiliki ketika orang-orang Eropa pertama kali datang ke Benua Amerika. Media telah mempercepat langkah perubahan, dan telah mempengaruhi arahnya demi mendukung budaya-budaya-musik industri. Budaya-budaya musik ini siap mengakses media dan musiknya cenderung mendorong musik pedesaan dan musik suku di bawah tanah atau keluar sama sekali.
Tetapi musik adalah satu unsur budaya yang dinamis dan cair, yang berubah untuk menyesuaikan keinginan ekspresif dan emosional umat manusia, hal yang paling bisa berubah dari hewan-hewan. Seperti semua budaya ekspresif, musik adalah adaptasi manusia yang ganjil dengan kehidupan di atas planet bumi. Setiap budaya-musik ke budaya musik berikutnya, tetapi akan bodoh jika mengatakan bahwa satu budaya-musik “lebih baik” (better) dibanding budaya-musik yang lain. Mengapa? Karena penilaian semacam didasarkan pada kriteria dari dalam budaya-musik tunggal. Menyebut musik suatu budaya-musik “primitif” (primitive) sama dengan memaksakan standarnya yang dimiliki seseorang pada kelompok yang tidak mengenalinya. Etnosentrisme semacam tidak memiliki tempat di dalam studi musik dunia.
Pada tulisan-tulisan di atas, dapat dilihat eksplorasi dari beberapa dunia, di dalam dunia-dunia musik. Meskipun setiap dunia bisa tampak aneh pertama kalinya, namun semuanya diorganisir, penuh tujuan, dan koheren. Setiap dunia bisa dianggap sebagai sebuah ekologis, dengan kekuatan yang berkombinasi untuk menyusun budaya-musik (ide-ide, organisasi sosial, repertoar, gerakan) di dalam keseimbangan yang dinamis. Satu perubahan dalam setiap bagian dari ekosistem mempengaruhi keselruhan darinya. Pada studi musik dunia kami, sering memisahkan bagian-bagian dari budaya-musik dan memberi kesan bahwa inilah cara atau gaya bagian-bagian itu atau bahwa bagian-bagian dari budaya-musik untuk studi adalah penyederhanaan-berlebih; yang terburuk, ketidakbenaran. Tetapi dengan adanya kegiatan kursus dan buku pelajaran, ini hanyalah suatu wacana.
Daftar Pustaka
Bronson, Bertrand, 1969, “The Interdependence of Ballad Tunes and Texts”, in The Ballad as Song, Berkeley: University of California Press.
Kodaly, Zoltan, 1960, Folk Music Hungary, London: Barrie and Rockliff.
Lomax, Alan, 1976, Contometrics: A Method in Music Anthrology, Berkeley: University of California Extension Media Center.
Marriam, Alan P., 1964, The Anthropolgy of Music, Eavston: Northwestern University Press.
Olajubu, Chief Oludare, 1978, “Yoruba Verbal Artists and their Work”, in Journal of Ameican Folklore 19: 675-690.
Sach, Nahoma, 1975, “Music and Meaning: Musical Symbolism in a Macedonia”, Ph.D., dissertasion, Princeton University.
Suhardjo Parto, “Indonesia”, in Ramon P. Santos (General editor), 1995, The Musics of Asean, Philippines: ASEAN Committee on Culture and Information.
Turnbull, Colin, 1962, The Forest People, New York: Clarion Books.
artikel ini telah dimuat di Harmonia Vol VIII No 1 2006
0 komentar:
Posting Komentar